• JL. ABDUL RAHMAN SALEH NO. 24

  • 021-3441008, 0811-9222-656

  • presidentialhospital@rspadgs.net dan customercare@rspadgs.net (Untuk Pengaduan)

  • Rabu, 17 November 2021 Pimpinan dan seluruh warga Rumah Sakit Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto berkomitmen memberikan pelayanan kesehatan yang prima, profesional dan bebas dari korupsi. Bantu kami mewujudkannya dengan melaporkan segala bentuk tindakan korupsi yang terjadi di lingkungan rumah sakit. RSPAD Gatot Soebroto siap untuk Zona Integritas WBK dan WBBM!
THE MEASUREMENT OF MOTOR EVOKED POTENTIAL (MEP) BY TMS ON CEREBROVASCULAR CASES IN CEREBROVASCULAR CENTER (CVC)

THE MEASUREMENT OF MOTOR EVOKED POTENTIAL (MEP) BY TMS ON CEREBROVASCULAR CASES IN CEREBROVASCULAR CENTER (CVC)

Rabu, 4 September 2013 Administrator

 THE MEASUREMENT OF MOTOR EVOKED POTENTIAL (MEP)
BY TMS ON CEREBROVASCULAR CASES IN
CEREBROVASCULAR CENTER (CVC)

Tugas Ratmono, Andrie Gunawan, Dianika Putri Puspitasari, Nur Handayani*

Abstrak
   Pendahuluan : TMS merupakan metode non invasif, aman, dan tidak menyakitkan yang dapat digunakan untuk mengukur Motor Evoked Potential (MEP) yang menggambarkan integritas motor pathway saat dilakukan stimulasi cortex motor pada otak. Beberapa parameter TMS digunakan untuk menilai eksitabilitas motor system diantaranya motor threshold (Rossini et al¸1998), Latensi MEP (Wasserman, 1992), amplitudo MEP (Classen et al., 1998; Liepert et al., 1998; Kaelin-Lang et al., 2000) serta Central Motor Conduction Time (CMCT) (Esscudero et al., 1998). Perbandingan MEP pada area lesi terhadap area non lesi serta perbandingan MEP pre-post tindakan reperfusi DSA- brain flushing menjadi topik yang menarik untuk diteliti.


   Metode : Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan melihat data rekam medis pasien yang berobat di CVC RSPAD Gatot Subroto selama kurun waktu 2011 – 2012 dan dilakukan analisis data menggunakan t- Test untuk mengetahui perbedaan MEP pada area lesi dan non lesi pada pasien stroke dan non stroke. Didapatkan perbedaan signifikan (P<0,05) antara daerah lesi dan non lesi baik pada pasien stroke maupun non stroke. Peningkatan amplitudo signifikan (P<0,05) dan pemendekan CMCT (P<0,05) pada daerah lesi dari uji pre-post DSA baik pada pasien stroke maupun non stroke.


   Kesimpulan : Perubahan elektrisitas cerebri akibat kondisi patologis menimbulkan gambaran MEP yang berbeda dibanding daerah non lesi.Tindakan DSA- brain flushing memiliki peran dalam perubahan gambaran MEP baik pada pasien stroke maupun non stroke. Diduga adanya kaitan antara DSA- brain flushing dengan reperfusi cerebri. Penelitian lebih lanjut mengenai efikasi teknik DSA- brain flushing terhadap klinis pasien menjadi penunjang penting dalam pengembangan alternatif baru reperfusi cerebri.
Kata kunci: TMS, MEP, DSA- brain flushing, Lesi, Non Lesi, Stroke, Non Stroke

PENDAHULUAN
   TMS (Transcranial Magnetic Stimulation) pertama kali diperkenalkan oleh Anthony Barker pada tahun 1985 di Universitas Sheffield. TMS merupakan metode non invasif, aman, dan tidak menyakitkan yang dapat digunakan untuk mengukur Motor Evoked Potential (MEP) yang menggambarkan integritas motor pathway saat dilakukan stimulasi cortex motor pada otak. Peran TMS sebagai sarana diagnostik, terapi, maupun prognostik dalam kasus neurologis terutama stroke telah banyak diteliti. Khedr et al. (2005) membuktikan bahwa eksitasi MEP repetitif dengan menggunakan TMS mampu meningkatkan kondisi klinis pasien yang diukur dengan Barthel Index Scale dan Scandinavian Stroke Scale. Pengukuran MEP dengan TMS terbukti dapat digunakan untuk menentukan prognosis terkait integritas corticospinal tract (CST), perbaikan fungsi motor, serta activity daily living (ADL) pada pasien dengan stroke (Lim, Kil Byung & Kim, Jeong Ah, 2013; Stinear, et al, 2007; Esscudero et al., 1998 ).
   Diasumsikan terdapat perubahan bermakna dalam hal ini terkait dengan integritas motor pathway pada area otak yang mengalami lesi baik pada kasus stroke maupun non stroke. Hal ini mengindikasikan adanya perubahan MEP pada daerah lesi yang dapat dinilai melalui TMS. Beberapa parameter TMS digunakan untuk menilai eksitabilitas motor system. Motor threshold merupakan stimulasi terendah yang diberikan untuk dapat menginduksi MEP sekurang-kurangnya 50 amplitudo pada 50% dari 10 kali coba (Rossini et al¸1998). Latensi MEP (Wasserman, 1992), amplitudo MEP (Classen et al., 1998; Liepert et al., 1998; Kaelin-Lang et al., 2000) serta Central Motor Conduction Time (CMCT) (Esscudero et al., 1998).
   Perbandingan MEP pada area lesi terhadap area non lesi melalui pemeriksaan TMS menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Digital Subtraction Angiography (DSA) yang dimodifikasi dengan flushing merupakan salah satu teknik memperbaiki perfusi cerebri. Berdasarkan ongoing research, didapatkan perbaikan perfusi dan klinis pada pasien stroke maupun non stroke yang telah menjalani tindakan DSA- flushing di CVC RSPAD-GS. Perbandingan antara MEP pada daerah lesi maupun non lesi pada sebelum dan sesudah tindakan DSA- flushing belum pernah diteliti. Karenanya maka penelitian ini dilakukan.


METODE
   Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan melihat data rekam medis pasien yang berobat di CVC RSPAD Gatot Subroto selama kurun waktu 2011 – 2012. Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama akan dinilai keseluruhan pasien CVC yang dibagi menjadi pasien dengan stroke dan non stroke. Masing-masing pasien akan dinilai MEP pada daerah lesi dan non lesi. Tahap kedua penelitian dilakukan pada pasien CVC yang telah menjalani DSA. MEP pada daerah lesi dan non lesi sebelum dan sesudah DSA- brain flushing akan dibandingkan baik pada pasien stroke maupun non stroke.
   Kriteria inklusi ditetapkan pada penelitian tahap pertama yaitu dilakukannya pemeriksaan TMS selama perawatan. Data rekam medis yang diperoleh kemudian akan diklasifikasikan menjadi pasien stroke dan non stroke. Pada tahap kedua ditetapkan kriteria inklusi dilakukannya TMS sebelum dan 1 bulan sesudah tindakan DSA- brain flushing.
   Pemeriksaan MEP dilakukan dengan TMS Neurosoft dengan big ring coil. Coil diletakkan pada verteks dan dilakukan pemeriksaan pada area lesi maupun non lesi. Elektrode diletakkan pada m. Abductor pollicis brevis. Pada penelitian ini MEP dinilai dengan parameter MT, CMCT, serta amplitudo dan latensi MEP yang dibandingkan pada area lesi dan non lesi. Area lesi didefinisikan sebagai area otak yang mengalami kelemahan dilihat dari hasil pemeriksaan neurologis klinis, ditemukannya gambaran lesi atau infarct pada MRI, adanya gambaran hipoperfusi pada MRA, didapatkannya gambaran stenosis vena pada MRV, atau didapatkannya amplitudo MEP rendah pada pemeriksaan TMS.
   DSA modified flushing merupakan tindakan diagnostik sekaligus terapeutik yang dilakukan oleh divisi radiologi RSPAD- GS. DSA dilakukan menggunakan Siemens dengan bahan kontras Visipaque untuk melihat gambaran perfusi life pada otak. Flushing dilakukan menggunakan campuran bahan heparin dan NS dengan komposisi dan teknik tertentu untuk melarutkan plak pada pembuluh darah cerebri. Pada pasien yang melakukan tindakan DSA- flushing, dibandingkan nilai MT, CMCT, serta amplitudo dan latensi MEP sebelum dan sesudah tindakan DSA- flushing pada area lesi dan non lesi baik pada pasien stroke maupun non stroke.

ANALISA DATA
   Data yang terkumpul dianalisa menggunakan t- Test untuk mengetahui perbedaan MEP pada area lesi dan non lesi pada pasien stroke dan non stroke. MEP pada pasien post DSA- brain flushing juga dinilai dan dianalisa menggunakan t-Test. Sedangkan pair t-Test digunakan untuk menganalisa data pre dan post tindakan DSA- brain flushing dengan membandingkan MEP pada area lesi dan non lesi.
HASIL PENELITIAN
Dari keseluruhan data rekam medis pasien yang berobat di Cerebro Vascular Center (CVC) Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto (RSPAD - GS) pada tahun 2011 –2012 terkumpul sebanyak 1155 data pasien. Diantaranya merupakan pasien stroke, Chronic Headache, Silent Brain Infarction, TIA, dan Cerebral Vein Thrombosis ( CVT ). Dari data yang ada, dibagi menjadi kategori pasien stroke dan non stroke masing-masing sebanyak 404 dan 751 pasien. Sebanyak 126 pasien menjalani tindakan DSA (Digital Subtraction Angiography)- brain flushing, diantaranya 69 pasien dengan stroke dan 57 pasien non stroke.
Tahap 1
   Pada keseluruhan pasien CVC baik stroke maupun non stroke didapatkan data MEP sebagai berikut. Pada pemeriksaan MEP pasien non stroke didapatkan motor threshold sebesar 57,2 ± 11,7; latensi 21,5 ± 2,4 ; amplitudo 2,2 ± 1,9, dan CTMT 8,1 ± 2,0 pada daerah non lesi. Pada daerah lesi didapatkan MT 59,8 ± 12,0; latensi 21,8 ± 3,0; amplitudo 1,0 ± 1,3 dan CTMT 8,5 ± 2,5.
   Pada pasien dengan stroke didapatkan motor threshold sebesar 56,1 ± 13,3; latensi 22,3 ± 3,8 ; amplitudo 2,1 ± 2,0, dan CTMT 8,1 ± 2,9 pada daerah non lesi. Pada daerah lesi didapatkan MT 62,1 ± 15,1; latensi 24,1 ± 5,2; amplitudo 0,6 ± 1,0 dan CTMT 9,8 ± 4,4.
Dilakukan perbandingan MEP pada pasien stroke maupun non stroke pada sisi lesi dan non lesi. Pada pasien non stroke didapatkan data sebagai berikut. Perbandingan motor threshold pasien pada sisi non lesi (57,2 ± 11,7) maupun sisi lesi (MT 59,8 ± 12,0) menunjukkan perbedaan yang signifikan (P < 0,05). Didapatkan P value 0,049 dari perbandingan latensi pada sisi non lesi (21,5 ± 2,4) dan sisi lesi (21,8 ± 3,0). P value perbandingan amplitudo sisi non lesi ( 1,6 ± 1,9) dan sisi lesi (1,0 ± 1,3 ) sebesar 0,000. Sedangkan CTMT pada daerah non lesi (8,1 ± 2,0) dibanding daerah lesi (8,5 ± 2,5) didapatkan nilai P 0,004.
   Pada pasien dengan stroke didapatkan perbandingan sebagai berikut. Motor threshold pada sisi non lesi (56,1 ± 13,3) dibanding sisi lesi (62,1 ± 15,1) menghasilkan P value 0,000. Sama halnya dengan latensi pada sisi non lesi (22,3 ± 3,8) dan lesi (24,1 ± 5,2) yang juga menghasilkan nilai P 0,000. Amplitudo sisi non lesi (2,1 ± 2,0) dibanding sisi lesi (0,6 ± 1,0) menghasilkan P value 0,000. P value 0,000 juga diperoleh dari perbandingan CTMT pada daerah non lesi(8,1 ± 2,9) dan pada daerah lesi ( 9,8 ± 4,4). Gambaran perbandingan MT, amplitudo, latensi, dan CMCT pada pasien stroke dan non stroke di area lesi dan non lesi dapat dilihat dari grafik 1-4.

Grafik 1. Motor Threshold MEP Pasien Non Stroke & Stroke pada Area Lesi dan Non Lesi
Motor threshold pada area lesi (MT 59,8 ± 12,0) lebih tinggi signifikan dibanding area non lesi (57,2 ± 11,7) pada pasien non stroke (P < 0,05). Pada pasien stroke, motor threshold pada sisi lesi (62,1 ± 15,1) lebih tinggi signifikan dibanding area non lesi (56,1 ± 13,3) (P<0,05).

Grafik 2. Latensi MEP Area Lesi dan Non Lesi pada Pasien Non Stroke dan Stroke
Pada pasien non stroke perbandingan latensi pada sisi non lesi (21,5 ± 2,4) dan sisi lesi (21,8 ± 3,0) menunjukkan pemanjangan signifikan pada sisi lesi (P<0,05). Sama halnya dengan latensi pada sisi lesi (24,1 ± 5,2) dan sisi non lesi (22,3 ± 3,8) yang menunjukkan pemanjangan signifikan latensi MEP pada pasien stroke P<0,05.

Grafik 3. Perbandingan Amplitudo MEP Area Lesi dan Non Lesi pada Pasien Stroke dan Non Stroke
Perbandingan amplitudo MEP pada pasien non stroke lebih tinggi signifikan pada sisi non lesi ( 1,6 ± 1,9) dibanding sisi lesi (1,0 ± 1,3 ) (P<0,05). Sama halnya amplitudo MEP pada pasien stroke yang lebih tinggi signifikan pada sisi non lesi (2,1 ± 2,0) dibanding sisi lesi (0,6 ± 1,0) (P<0,05).

Grafik 4. Latensi MEP Area Lesi dan Non Lesi pada Pasien Stroke dan Non Stroke
Didapatkan pemanjangan signifikan CTMT MEP pasien non stroke (P<0,05) pada area lesi (8,5 ± 2,5) dibandingkan sisi non lesi (8,1 ± 2,0). Pada pasien stroke juga didapatkan pemanjangan CTMT MEP signifikan pada area lesi ( 9,8 ± 4,4) dibanding area non lesi(8,1 ± 2,9).

 

Tahap 2
   Pada pasien non stroke dibandingkan nilai MEP pre dan post tindakan DSA pada area lesi dan non lesi (grafik 5). Motor threshold pada sisi non lesi pre DSA- brain flushing (59,17±12,40) dibandingkan dengan post DSA- flushing (58,61±12,70) memiliki P- value sebesar 0,893. Sedangkan pada sisi lesi, MT pre (62,19±12,11) dan post (60,31±12,17) memiliki P value 0,596. Amplitudo sisi non lesi pre (1,80±1,76) dan post (1,88±1,76) memiliki P value 0,777. Pada sisi lesi, berturut-turut amplitudo pre, post, dan p value adalah 0,77±1,07; 1,61±1,68; 0,001. Latensi pada sisi non lesi pre, post, dan p value berturut-turut 21,75±1,87; 21,14±2,11; 0,016. Latensi pada sisi lesi pre (21,99±2,69) dan post (21,09±3,12) menghasilkan P value 0,013. Sedangkan CTMT pre (8,26±1,73) dan post (7,42±1,55) menghasilkan P- value 0,001 pada daerah non lesi. Pada daerah lesi berturut-turut CTMT pre, post, dan p value adalah 8,79±2,25; 7,38±2,74; 0,000.
   Perbandingan MEP pasien stroke pada daerah lesi dan non lesi sebelum dan sesudah tindakan DSA- flushing dapat dilihat pada grafik 6. Motor threshold pada sisi non lesi pre DSA- brain flushing (55,60±11,75) dibandingkan dengan post DSA- flushing (54,40±8,93) memiliki P- value sebesar 0,520. Sedangkan pada sisi lesi, MT pre (52,78±10,59) dan post (52,22±8,59) memiliki P value 0,794. Amplitudo sisi non lesi pre (1,57±1,76) dan post (1,70±1,72) memiliki P value 0,440. Pada sisi lesi, berturut-turut amplitudo pre, post, dan p value adalah 1,21±1,36; 1,80±1,67; 0,005. Latensi pada sisi non lesi pre, post, dan p value berturut-turut 23,76±4,51; 23,51±4,36; 0,555. Latensi pada sisi lesi pre (22,85±3,37) dan post (22,45±3,95) menghasilkan P value 0,104. Sedangkan CTMT pre (9,69±3,36) dan post (9,20±3,78) menghasilkan P- value 0,238 pada daerah non lesi. Pada daerah lesi berturut-turut CTMT pre, post, dan p value adalah 8,87±2,92; 8,02±2,58; 0,002.
   Data di atas menunjukkan perbedaan signifikan pada latency (P<0,05) , amplitudo (P< 0.05), dan Central Motoric Conduction Time (CMCT) ( P<0,05) pada sisi lesi pasien stroke. Tidak didapatkan perbedaan signifikan pada motor threshold (P > 0,05). Pada area non lesi tidak didapatkan perbedaan pada MT dan amplitudo MEP pre dan post tindakan.
   Pada pasien dengan stroke, di area lesi didapatkan beda signifikan pada amplitudo serta CMCT pre dan post DSA (P<0,05). Tidak didapatkan perbedaan MT dan latensi MEP. Pada area non lesi tidak didapatkan beda MEP pre dan post DSA (P>0,05).

Grafik 5. Rata- Rata MEP Pre-Post DSA- brain flushing pada Pasien Non Stroke
Pada pasien non stroke tidak didapatkan perbedaan signifikan pada motor threshold baik area lesi maupun non lesi antara pre dan post DSA (P>0,05). Amplitudo sisi non lesi pre (1,80±1,76) dan post (1,88±1,76) juga tidak memiliki beda signifikan (P>0,05). Sebaliknya pada sisi lesi, didapatkan peningkatan signifikan (P<0,05) amplitudo post DSA- brain flushing (1,61±1,68) dibanding pre DSA- brain flushing (0,77±1,07). Latensi pada sisi non lesi maupun lesi memendek signifikan (P<0,05;P<0,05) post DSA (21,14±2,11; 21,09±3,12) dibanding pre DSA (21,75±1,87; 21,99±2,69). Sedangkan CTMT memendek signifikan pada post DSA (7,38±2,74; 7,42±1,55) dibanding pre DSA (8,79±2,25; 8,26±1,73) baik pada daerah lesi maupun non lesi.

Grafik 6. Rata- Rata MEP pada Pasien Stroke Pre- Post DSA- brain flushing T
Motor threshold pada sisi non lesi dan lesi pre DSA- brain flushing (55,60±11,75; 52,78±10,59 ) dibandingkan dengan post DSA- flushing (54,40±8,93; 52,22±8,59) tidak menunjukkan perbedaan signifikan (P>0,05). Amplitudo sisi non lesi pre (1,57±1,76) dan post (1,70±1,72) tidak menunjukkan perbedaan signifikan (P>0,05). Aebaliknya, pada sisi lesi, berturut-turut amplitudo post DSA- brain flushing (1,80±1,67) menunjukkan peningkatan signifikan dibanding pre (1,21±1,36) DSA- brain flushing (P<0,05 ). Latensi pada sisi lesi pre (22,85±3,37) dan post (22,45±3,95) DSA- brain flushing tidak menunjukkan perbedaan signifikan (P>0,05). CTMT pada daeran non lesi juga tidak menunjukkan perbedaan signifikan. Sebaliknya, ditemukan pemendekan signifikan nilai CMCT pada sisi lesi (P<0,05).

 

PEMBAHASAN
   MEP merupakan penanda eksitabilitas kotiko spinal yang mampu menggambarikan adanya perubahan signifikan pada traktus kortikospinal. Kondisi patologis pada area lesi berpengaruh secara elektrik pada respon terhadap pemberian stimulasi (Wagner et al, 2006). Proses lesi maupun reorganisasi otak terkait dengan perubahan fungsi motor yang bisa dilihat melalui brain mapping (Stinear et al, 2007). Dibuktikan dalam penelitian tahap 1 bahwa terdapat beda signifikan MEP yang dilihat dari nilai CMCT, MT, amplitudo dan latensi MEP antara daerah lesi dan non lesi pada pasien non stroke maupun stroke (P<0,05). Hal ini konsisten dengan penelitian Tranversa et al., (2000) pada pasien stroke yang menunjukkan threshold eksitabilitas MEP lebih tinggi secara signifikan pada hemisfer lesi dibanding non lesi (P<0,001); MEP secara signifikan (P<0,001) mengalami perlambatan latensi dibanding area non lesi. Amplitudo MEPs pada area lesi secara signifikan lebih rendah dibanding area non lesi (P<0,001). Serta Central motor conduction time memanjang pada pasien dengan stroke. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lesi berpengaruh terhadap aktivitas elektrik cerebri.
   Segera setelah terjadi hipoperfusi dan iskemia, aktivitas saraf dan saraf yang mengalami kekurangan suplai atau jaras saraf mulai mengalami degenerasi. Sejumlah sel dan sinaps pada cornu anterior saraf tidak mampu menghadapi kondisi hipoperfusi mengakibatkan kerusakan cepat ditandai dengan perubahan aktivitas elektrik pada neuron cerebri (Jameson,L,C.,2012). Reperfusi mencegah kerusakan lanjut dan memperbaiki jaringan iskemik segera setelah stroke terjadi (Hunter, 2005). Derajat kerusakan dan peluang perbaikan saraf ditentukan oleh kecepatan inisiasi reperfusi (Hamm et al., 2000).
   Penelitian tahap 2 yang berfokus pada evaluasi MEP pre dan post DSA- brain flushing menunjukkan adanya perubahan nilai amplitudo dan CTMT pada area lesi baik pada pasien stroke maupun non stroke (P<0,05). MEP mampu menjadi dasar penentuan kondisi prognostik pasien dan perubahan signifikansi CMCT terkait erat dengan perbaikan klinis pasien (Escuderro et al., 1998). Pemanjangan CMCT menunjukkan peluang recovery yang buruk (Malcolm, 2007). Tindakan DSA- brain flushing diasumsikan memberikan peluang recovery yang lebih baik ditunjukkan dengan pemendekan signifikan CTMT post dibandingkan pre DSA- brain flushing baik pada pasien stroke maupun non stroke pada area lesi (P<0,05).

   Amplitudo merupakan parameter paling sensitif untuk memprediksi terjadinya perubahan (Escuderro et al., 1998). Perbaikan kekuatan otot terkait erat dengan nilai amplitudo MEP (Bastings, 2002; Cicineli, 2006). Ditemukan peningkatan signifikan (P<0,05) amplitudo MEP post DSA dibanding pre DSA pada daerah lesi baik pasien stroke maupun non stroke. Peningkatan amplitudo secara signifikan terjadi pada pasien dengan perbaikan klinis yang baik (Malcolm, 2007).
   Pasca tindakan DSA- brain flushing tidak didapatkan perubahan terhadap Motor threshold pada seluruh pasien baik area lesi maupun non lesi (P>0,05). Pada pasien non stroke pasca DSA- brain flushing didapatkan pemendekan signifikan latensi MEP (P<0,05) pada area lesi maupun non lesi. Sebaliknya, latensi pada area lesi dan non lesi pada pasien stroke tidak didapatkan pasca DSA- brain flushing (P>0,05). Penelitian serupa menunjukkan latensi MEP yang tetap memanjang secara signifikan pada pasien dengan kondisi stroke awal dan setelah menjalani 8-10 minggu masa neurorehabilitasi (Transversa, 1997).

   MEP mampu memberikan gambaran prognostik terkait kemampuan motorik dan fungsi kognitif pada activity daily life (ADL) melalui pembandingan pada periode akut dan subakut (Lim, Kil Byung & Kim, Jeong Ah, 2013). Perubahan MEP pasca DSA- brain flushing diduga berbanding lurus dengan perbaikan kondisi klinis pasien. Perbaikan klinis pasca DSA- brain flushing menjadi topik menarik untuk penelitian selanjutnya.


KESIMPULAN


   Perubahan elektrisitas cerebri akibat kondisi patologis menimbulkan gambaran MEP yang berbeda dibanding daerah non lesi.Tindakan DSA- brain flushing memiliki peran dalam perubahan gambaran MEP baik pada pasien stroke maupun non stroke. Diduga adanya kaitan antara DSA- brain flushing dengan reperfusi cerebri. Penelitian lebih lanjut mengenai efikasi teknik DSA- brain flushing terhadap klinis pasien menjadi penunjang penting dalam pengembangan alternatif baru reperfusi cerebri.


DAFTAR PUSTAKA



Bastings, E.P., Greenberg, J.P., & Goog, D. C. Hand Motor Recovery after Stroke: a Transcranial Magnetic Stimulation Mapping Study of Motor Output Areas and Their Relation to Functional Status. Neurorahabilitation and Neural Repair, 2002; 16 (3): 275 –282
Cicinelli, P., Marconi, B., Zaccagnini M., et al. Imagery- Induced Cortical Exitability Changes during Stroke in a TMS Study. Cerebral Cortex, 2006; 16 (2): 247 – 253
Classen, J., Liepert, J., Wise, S. P., Hallett, M., Cohen, L.G. Rapid plasticity of human cortical movement representation induced by practice. J Neurophysiol, 1998; 79: 1117–1123.
Escudero, J.V. Stimulation in Motor Function Recovery in Patients With Acute Ischemic Stroke Prognostic Value of Motor Evoked Potential Obtained by Transcranial Magnetic Brain. Stroke, 1998;29:1854-1859
Hunter, Zoe Rebecca. Plasticity of the Adult Human Brain and Motor Recovery after Stroke. ISSN, 2005; 5: 1610 – 5389

Jameson, Leslie C. Monitoring the Nervous System for Anesthesiologist and Other Healthcare Professionals. DOI, 2012: 27 - 45
Kaelin-Lang, A., Cohen L. G. Enhancing the quality of studies using transcranial magnetic and electrical stimulation with a new computercontrolled system. J Neurosci Methods, 2000; 102: 81–89.
Liepert, J., Classen, J., Cohen, L.G., Hallett, M. Task-dependent changes of intracortical inhibition. Exp Brain Res, 1998; 118: 421–426.
Lim, K. B., Kim, J. A. Activity of Daily Living and Motor Evoked Potentials in the Subacute Stroke Patients. Ann Rehabil Med, 2013; 37(1): 82-87
Malcolm, M. P., Triggs, W. J., Light, K. E., et al. Repetitive transcranial magnetic
stimulation as an adjunct to constraint-induced therapy: an exploratory randomized
controlled trial. American Journal of Physical Medicine Rehabilitation, 2007; 86 (9): 707-715.
Rossini, P. M., Barker, A. T., Berardelli, A, Caramia, M. D., Caruso, G., Cracco, R. Q., et al. Non-invasive electrical and magnetic stimulation of the brain, spinal cord and roots: basic principles and procedures for routine clinical application. Report of an IFCN committee. Electroencephalogr Clin Neurophysiol, 1994; 91: 79–92.
Transversa, R., Cicinelli, P., Bassi, A., et al. Mapping of Motor Cortical Reorganization after Stroke. A Brain Stimulation Study with Focal Magnetic Pulses. Stroke, 1997; 28: 110 – 117
Wagner, T., Fregni, F., Eden, U., et al. TMS and Stroke: A Computer Based Human Model Study. Neuro Image, 2006; 30: 857 - 870
Wassermann, E. M., McShane, L. M., Hallett, M., Cohen, L. G. Noninvasive mapping of muscle representations in human motor cortex. Electroencephalogr Clin Neurophysiol ,1992; 85: 1–8.